Hukum-Hukum Logika

Hukum-Hukum Logika

coverKadang-kadang diajukan pertanyaan “Apakah logika itu?” dan jawaban standar yang dikemukakan biasanya dimulai dengan definisi logika yang berbunyi seperti, “Logika adalah ilmu tentang penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan (atau penalaran valid).” Pengantar ini akan menjelaskan jawaban tersebut secara rinci. Sebagai pembahasan awal, perlu ditekankan bahwa secara mendasar logika terkait dengan hukum-hukum (aksioma-aksioma dan prinsip-prinsip), proposisi, inferensi (penarikan kesimpulan), argumen, dan  validitas argumen. Tentu saja terdapat lebih banyak hal lagi terkait logika yang berada di luar jangkauan tulisan pengantar ini. Pertanyaan lain yang terkait akan mendapatkan penjelasan yang relevan seiring dengan berkembangnya pembahasan.

Tiga Hukum Logika

Penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan dari premis, tunduk kepada tiga hukum logika yang juga disebut tiga hukum pemikiran.

Hukum-hukum ini bersifat universal, tidak terbantahkan, dan benar. Tanpa ketiga hukum ini, sulit (kalau tidak dapat dikatakan tidak mungkin) untuk membayangkan bagaimana segala sesuatu dapat dipahami. Ketiga hukum atau aksioma ini merupakan dasar bagi penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan karena tanpa ketiganya tidak ada penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan. Lebih jauh lagi, penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan dari premis-premis mengasumsikan hukum-hukum logika sebagai sesuatu yang universal, tidak terbantahkan, dan benar. “Universal” artinya tanpa pengecualian. “Tidak terbantahkan” artinya setiap upaya membantahnya harus tunduk pada hukum-hukum tersebut, sehingga membuktikan keharusannnya bagi argumen. “Benar” artinya “tidak salah,” karena didasarkan pada Logos Tuhan, sumber dan penentu seluruh kebenaran. Lebih lanjut, hukum-hukum ini bersama dengan Trinitas merupakan natur (sifat) Tuhan sehingga menolak yang yang satu akan menolak yang lain dan menerima yang satu akan menerima yang lain. Ketiga hukum ini menetapkan dan mengklarifikasi makna dari penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan bagi logika.

Ketiga hukum tersebut akan dibahas secara ringkas di bawah ini untuk memberikan gambaran tentang pentingnya hukum-hukum logika.

Hukum Identitas

Hukum identitas menyatakan bahwa kalau satu pernyataan benar, maka pernyataan itu benar; atau, setiap proposisi berimplikasi pada/berarti dirinya sendiri: a berimplikasi a. Mungkin kelihatannya hal ini kecil, tetapi seperti dicatat Gordon Clark, alangkah anehnya dunia jika tidak demikian adanya, karena dunia ini akan menjadi dunia yang tidak memiliki konsep identitas atau kesamaan.

Hukum Tidak ada Jalan Tengah

Hukum Tidak Ada Jalan Tengah menyatakan bahwa segala sesuatu haruslah apa adanya atau tidak; atau segala sesuatu adalah a atau bukan-a. Dengan kata lain, misalnya sebuah batu haruslah keras atau tidak keras; diam atau tidak diam. Bagaimana dengan penumpang pesawat yang berada dalam pesawat yang sedang terbang? Apakah dia sedang diam atau bergerak? Apakah dia sedang bergerak dan sekaligus diam pada saat yang sama? Apakah hukum ini telah dilanggar? Tidak sama sekali, karena tidak mungkin keduanya terjadi secara bersama pada saat dan tempat yang sama, atau dalam hubungan yang sama – dan untuk itu diperlukan sedikit refleksi. (Dalam contoh ini, si penumpang sedang diam dalam kaitan dengan pesawat, tetapi sedang bergerak dalam kaitan dengan bumi).

Hukum Kontradiksi

Hukum kontradiksi (juga dikenal dengan hukum non-kontradiksi) menyatakan bahwa tidak ada pernyataan yang benar dan salah sekaligus; atau a dan bukan-a [sekaligus] adalah kontradiksi – dan selalu salah. Karena itu, tidak mungkin a dan bukan-a sekaligus. Hukum ini menyatakan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dapat menjadi benar dan salah sekaligus pada saat yang sama dan tempat yang sama. Rumusan Aristoteles terhadap hukum ini menyatakan bahwa satu atribut tidak dapat dimiliki dan tidak dimiliki oleh satu subyek pada saat yang sama dan dalam hubungan yang sama: tidak mungkin a dan bukan-a (sekaligus). Sekali lagi, setiap pernyataan dalam bentuk a dan bukan-a pasti salah. Setiap pernyataan jamak yang memiliki struktur seperti itu pasti kontradiksi.

Sebagai contoh, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus” (Roma 8:1) tidak mungkin benar dan salah. Adalah sebuah kontradiksi dan kekonyolan untuk menyatakan bahwa pernyataan tersebut dan penyangkalan terhadapnya sama-sama benar dan sama-sama salah pada saat yang sama dengan hubungan yang sama.

Hukum kontradiksi adalah hukum yang terutama karena mencakup kedua hukum lainnya. Formulasinya sebagai tidak mungkin a dan bukan a mengasumsikan Hukum Identitas sebagai benar karena proposisi “a” selalu berimplikasi (berarti) dirinya sendiri (a berimplikasi a). Sebagai sebuah pemisahan (disjungsi), hukum ini mengungkap Hukum Tiada Jalan Tengah yaitu a atau bukan-a. Lebih lanjut, Hukum Kontradiksi adalah sesuatu yang tidak terelakkan bagi diskursus yang bermakna karena tanpa Hukum Kontradiksi maka pembedaan antara kebenaran dan kesalahan akan lenyap dan seiring dengan hilangnya pembedaan itu, maka makna juga lenyap.

John Robbins menyatakan demikian:

“Hukum kontradiksi memiliki makna yang lebih jauh dari pada itu. Hukum ini berarti bahwa setiap kata dalam kalimat “Garis itu adalah garis lurus” memiliki arti spesifik. Kata itu tidak berarti semua, atau bukan. Kata garis tidak berarti anjing, bakung, atau donat. Kata adalah tidak berarti bukan. Kata lurus tidak berarti putih, atau kata lain. Setiap kata memiliki arti khusus. Agar memiliki arti khusus, satu kata bukan hanya harus berarti sesuatu tetapi juga harus tidak memiliki arti yang lain. Kata garis berarti garis, tetapi tidak berarti bukan garis – seperti anjingmatahari terbit, atau Yerusalem, misalnya. Jika kata garis bisa berarti apa saja, maka kata itu tidak bermakna apa-apa. Tidak ada seorangpun yang mempunyai gambaran apa-apa ketika mendengar kata garis. Hukum kontradiksi berarti bahwa agar setiap kata memiliki makna, maka kata itu tidak boleh memiliki arti yang lain.” (John W. Robbins. “Why Study Logic,” Trinity Review, Jul/Aug 1985, No. 44).

Dengan demikian, hukum-hukum ini dipahami sebagai sesuatu yang berlaku bukan hanya pada tem-term yang tidak ambigu dalam proposisi-proposisi sebuah argumen, tetapi juga berlaku bagi kata-kata yang digunakan dalam diskursus/berwacana yang bermakna. Tanpa Hukum Identitas maka kesamaan atau identitas akan lenyap; tanpa Hukum Tidak ada Jalan Tengah, kebingungan dimulai; dan tanpa Hukum Kontradiksi, kegilaan berkuasa penuh. Tanpa ketiganya tidak mungkin ada diskursus/wacana yang dapat dipahami.

Diterjemahkan Ma Kuru dari buku: Logic Primer oleh Elihu Carranza.

Sebagai langkah awal belajar logika telah tersedia buku Detektif Sesat Pikir yang diterjemahkan dari buku The Fallacy Detective. Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat diperoleh di sini. Cara memperoleh buku tersebut dapat dilihat di sini

Pos ini dipublikasikan di Hukum-Hukum Logika. Tandai permalink.

2 Balasan ke Hukum-Hukum Logika

  1. Hani berkata:

    Bagaimana cara membeli buku terjemahan ini. Semua kontak yg ada disini tidak ada satupun yang direspon.

Tinggalkan Komentar anda, berisi nama dan tempat tinggal anda. Misalnya: Joni (Kupang)